Langsung ke konten utama

Analisis Terhadap Pandangan Misi Oikumenical dan Evangelical di Asia


Sebuah Analisis terhadap Buku Karangan DR. Richard A.D Siwu dalam Mata Kuliah Teologi Misi dan Teologi Agama-Agama

Teologi misi dan teologi agama-agama yang berorientasi pada konsepsi misi Allah dalam dunia yang muncul dalam pemikiran P. D. Devanandan adalah bahwa Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus adalah Tuhan dunia, Tuhan atas kosmos. Dengan begitu, keselamatan yang diberikan oleh Kristus untuk dunia. Menurutnya, Oleh karena penebusan Kristus memiliki dimensi yang kosmis, ia berpendapat bahwa keselamatan yang tersedia didalam Kristus juga ditemukan dalam agama-agama lain dan kebudyaan-kebudayaan asli.
P. D. Devanandan berpendapat demikian oleh karena ia berpandangna bahwa misi dipahami sebagai upaya untuk mewartakan keselamatan didalam Kristus tang adalah Tuhan kepada dunia dan keselamatan itu menjadi mutlak untuk diwartakan (misi penginjilan) oleh dan melewati batas lintas agama dan kebudayaan. Ia berpendapat demikian oleh karena ia memahami misi sebagai upaya untuk mengabarkan injil kepada semua orang di seluruh bumi. Tetapi meskipun demikian, ia juga menyadari bahwa konsep keselamatan dalam Yesus Kristus juga ditemukan dalam agama-agama dan kebudayaan lain.
Dengan berdasarkan pada pendapat P.D. Devanandan sebagiman yang disebutkan diatas, sepintas mempunyai dampak atau peluang agar keselamatan tentang Yesus kristus, yang adalah Tuhan atas dunia, agar diwartakan kepada setiap orang yang belum mengenal Kristus dalam dunia ini. Pada satu sisi, nampaknya ia menyamakan semua agama dengan konsep keselamatan dalam Kristus. Artinya bahwa, dengan demikian maka tidaklah menjadi persoalan bagi umat Kristen untuk melakukan misi penginjilan tentang keselamatan dalam Kristus. Pandangan yang demikian adalah pandangan yang sempit oleh karena agama-agama mempunyai konsep kebenaran yang berbeda. Hal ini mestinya dilihat dalam konsep pluralisme agama. Sehingga dengan demikian, maka kita tidak mengaburkan atau menyamakan perbedaan konsep keselamatan pada masing-masing agama. Hal yang lainnya adalah, P.D. Devanandan tidak menjelaskan dalam hal manakah keselamatan Kristus itu juga ditemukan dalam agama lain. Jika memang keselamatan Kristus ditemukan dalam agama lain, bisakakah agama tersebut dapat menerima Kristus sebagai Juruselamat, dan bagaimanakah konsep misi itu jika diperhadapkan dengan  adanya fakta pluralisme agama.
Rupanya pendapat P.D. Devanandan lebih banyak dipengaruhi oleh Kekristenan barat dalam misi yang dijalankan oleh kolonial Kristen yang menjalankan misi dengan mengkristenkan semua orang dan “memenangkan” sebanyak-banyaknya orang yang di  luar Kristen (yang dianggap kafir) untuk masuk Kristen. Tentunya misi seperti ini justru menimbulkan bentrok antar agama sebab masing-masing agama megajarkan konsep keselamatan yang berbeda. Dalam agama Kristen dengan berbagai aliran itu sendiri tentu jika misi ini yang dipakai, maka bukan tidak mungkin terjadi penginjilan kepada seama agama Kristen tanpa memandang identitas orang yang di injili atau dengan kata lain mencuri kandang domba sesama.
Tantangan lain yang dihadapi sejalan dengan misi penginjilan bercorak barat adalah bagaimana mengembang teologi bercorak Asia sebagaimana yang dikatakan oleh D. T. Niles. Artinya bahwa pihak gereja menjalankan misinya sevara kultural mencerminkan Kekristenan bercorak barat, dan Asia hanya sebagai tempat bermisi. Misi inilah yang menurut saya sebagai misi yang tidak mempedulikan latar belakang atau identitas orang, wilayah dan batas budaya. Sejalan dengan hal itu, sebagaimana yang dikatakan oleh D.T. Niles tersebut maka tepatlah jika misi itu semestinya misi yang kontekstual, atau dengan memakai istilah mereka, yaitu sebagai Kekristenan yang bercorak Timur yang mengungkapkan imannya dengan cara Asia, atau dengan kata lain menjadikan gereja Asia yang berlatar belakang Asia dan bukan berlatarbelakang Barat.
Dan khusus tentang misi Allah, D. T. Niles berpendapat:
Berita Kristen.... adalah berkaitan dengan mnciptakan pembawa berita, partisipasi didalam misi Allah, sehingga diskusi tentang pemberitaan ditengah duia yang non-Kristen tidak lagi disibukkan dengan pertanyaan seperti “Siapa yang akan diselamatkan?” , melainkan Apa yang Allah tuntut”
Misi Allah menurut D. T. Niles adalah dalam rangka partisipasi di dalam misi Allah dalam konteks sosial dan kebudayaan. Ia menyerukan agar melakukan orientasi persepsi tentang misi itu sendiri. Dengan demikian, maka misi ini dipahami sebagai upaya untuk mewujudkan kegiatan Allah dalam menyatakan diri-Nya. Akan tetapi hal ini masih belum menjawab persoalan yang ada. Sebab ia tidak menjelaskan dengan cara apa untuk mewujudkan kehadiran Allah yang menyakan diri-Nya tersebut. Disatu sisi tidak begitu jelas partisipasi apa yang dipakai dalam menjalankan misi tersebut ditengah pluralisme agama.
Melihat permasalahan dan kelemahan dari pandangan D. T. Niles diatas, maka saya setuju dengan pendapat Richart A. D Siwu yaitu mengubah misi yang berpusat pada gereja menuju pada gereja untuk yang lain, yang juga dikemukakan oleh Ariarajah yaitu untuk mengembangakan teologi dialog antar umat beragama yang diwujudkan dengan program khusus dalam lingkungan wadah eukumenikal sedunia, yakni ”Sub Bagian tentang Dialog” dalam KNED-DGD,yang dibangun oleh Samartha.
Akan tetapi hal tersebut belum menjawab persoalan yang ada, yakni bagaimana mewujudkan dialog antar umat beragama sementara di siatu sisi masih saja terjadi misi yang berpusat pada gereja. Dan hal ini tentu gereja harus aktif dalam menhghadirkan dirinya pada persoalan kehidupan atau dengan kata lain disebut dengan teologi praktis.
Teologi praktis tentang misi yang dimaksudkan disini adalah bagaimana gereja menghadirkan dirinya dan terus aktif dalam menghadapi permasalahan kehidupan bersama tanpa mempersoalkan kebenaran agama-agama yang lain, yaitu dengan mengembangkan teologi agama-agama. Teologi agama-agama bukanlah usaha untuk mempersoalkan ajaran dan kebenaran masing-masing agama. Melainkan bagaimana agama-agama berteologi atau mewujudkan nilai-nilai (nilai-nilai agama) kedalam kehidupan praktis, yaitu kedalam persoalan bersama seperti dinamika sosial kehidupan rakyat, pembangunan bangsa, kesehatan, kemiskinan. Dengan demikian, maka teologi ini yang menjamin ketentraman anta umat beragama, sebab teoligi yang dipakai adalah teologi kehidupan yang memberikan kehidupan kepada semua orang tanpa memandang atau mempersoalkan ajaran masing-masing agama. Karena itulah gereja di panggil untuk terlibat aktif dan menghadirkan dirinya dalam persoalan kehidupan beragama.
Akan tetapi hal tesebut diatas bukan berarti tanpa tantangan dan masalah. Jika dilihat pada dinamika kehidupan antar umat beragama maupun intra umat beragama, maka ada beberapa permasalahan yang muncui. Permasalahan tersebut adalah, pertama, adanya kemungkinan masalah fanatisme agama yang menghalangi terciptanya kerjasama yang harmonis dan membangun dalam keterlibatan aktif untuk memecahkan persoalan kehidupan. Kedua, tantangan dalam Kekristenan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai aliran dalam agama Kristen yang selalu mempersoalkan gereja man yang paling benar, terutama mengenai perbedaan ajaran dan doktrin.
Menanggapi hal tersebut, khususnya dalam kekristenan itu sendiri adalah dengan melakukan pembinaan warga gereja sebagaimana yang diputuskan dalam Sidang Raya KKAT yang menunjukkan keseriusan atas pembinaan kaum awam sebagai warga negara d dunia sekuler dan dilihat sebagai bagian hakiki dari kesaksian gereja di dunia lewat keterlibatan mereka dalam kehidupan sosial dan politik demi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian tujuan utama misioner adalah untuk bersaksi dan hadir didalam dunia sekuler, dalam dunia politis.
Akan tetapi muncul pertanyaan baru, yaitu kehadiran untuk bersaksi dan hadir dalam dunia politis masih kabur. Tidak dijelaskan maksud kehadiran tersebut adalah untuk apa. Sebab kehadiran dan dan panggilan gereja untuk bersaksi dalam dunia bukan saja dalam dunia politik semata.
            Sejalan dengan hal tersebut diatas maka saya setuju dengan pernyataan D. T. Niles yang mengatakan bahwa tanggungjawab Kristiani adalah adalah untuk hadir dalam kehidupan dunia dengan segala macam bentuknya. Dengan demikian maka orang Kristen di panggil untuk hadir dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya dalam aspek politik. Tetapi lebih daripada itu adalah hadir dal setiap masalah keniskinan, ketidakadilan, keseenjangan sosial, dan bahkan dalam dinamika kehidupa saat ini adalah kehadiran dalam mengatasi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tentu hal ini bukan tanpa resiko, sebab untuk mewujukan hala ini tentu diperlukan kesediaan untuk membayar suatu harga dan siap kehilangan semua hal sebagai konsekuensinya.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa misi adalah untuk melakukan tugas gereja (nilai-nilai dan tanggungjawab kristiani) dalam setiap bidang kehidupan.

            Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa misi tidak dipahami sebagai usaha untuk membawa orang-orang yang bukan Kristen kedalam Kekristenan melainkan untuk hadir dalam kehidupan ini dalam memecahkan persoalan bersama yaitu persoalan kehidupan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Gereja Kristen Sumba dan Budaya

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sebagai warga gereja yang hidup di bumi Indonesia, khususnya Gereja Kristen Sumba yang hidup dan bertumbuh di Pulau Sumba, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kita hidup dalam masyarakat yang masih sangat kuat memelihara dan dipengaruhi oleh kebudayaan Sumba yang diwarisi dari generasi terdahulu. Sadar atau tidak sadar, ada banyak norma kebudayaan yang iktu mengatur dan membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat Sumba hingga sekarang ini. Hal ini tetap terjadi pada saat orang Sumba menerima dan menyatakan kesetiaan menjadi pengikut Kristus. Pengaruh kebudayaan   Sumba tempat dimana kita lahir dan bertumbuh tentu tidak bisa diabaikan, tetapi sebaliknya tetap mewarnai kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam sejarah perkembangan kekristenan di Sumba, dalam hal ini sejarah Gereja Kristen Sumba. Menyadari kenyataan tersebut diatas, maka Gereja Kristen Sumba yang lahir dan bertumbuh serta berkembang di Pulau Sum

PERISTIWA KELUARNYA BANGSA ISRAEL DARI TANAH MESIR (Makna Sosiologis-Teologis)

     Peristiwa Keluarnya Bangsa Israel dari Mesir. Keluarnya bangsa Israel dari Mesir adalah hal yang pokok dalam iman Perjanjian Lama. Peristiwa ini merupakan inti dalam iman orang Yahudi. Orang Yahudi selalu mengingat masa ketika Allah bertindak membebaskan leluhur mereka dari perbudakan di Mesir. Hal ini dapat dilihat pada keterangan yang sangat karakteristik bagi Allah dalam Perjanjian Lama berbunyi sebagai berikut: “Akulah Tuhan Allahmu, yang mengeluarkan engkau dari tanah Mesir”. Allah seperti itulah yang diberitakan oleh para nabi. Nabi Amos mengatakan “Akulah yang menuntun kamu keluar dari tanah Mesir. Nabi Hosea memberitakan, “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir kupanggil anak-Ku.” Kalau ada anak bangsa Israel/Yahudi bertanya kepada ayahnya tentang makna perintah yang mengikat bangsa Mesir itu, sang ayahnya harus menjawabnya sebagai berikut: “Kita dahulu adalah budak Firaun di Mesir, tetapi Tuhan membawa kita keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat.

KONSEP DASA TITAH DAN TABUT PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Dasa Titah dan Tabut merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kehidupan Bangsa Israel. Dasa Titah merupakan daftar perintah agama dan moral yang ditulis dan diberikan kepada Israel melalui perantaraan Musa yang memiliki keistimewaan yang terkenal bagi Israel, dalam agama Yahudi dan Kristen sekarang ini, yang menjadi sebuah pedoman yang mengatur tingkah laku dan tabut merupakan tempat dimana Allah hadir dan menyertai bangsa Israel. Pemberian dasa titah dalam Keluaran 20:1-17 merupaakan tanda perjanjian yang ditawarkan kepada Israel dalam Keluaran 19:5 dan ketaatan akan perjanjian itu akan membuat Israel menjadi umat Allah. Jadi, Keluaran 17:1-17 mengemukakan tuntutan-tuntutan perjanjian dan perjanjian tersebut disahkan dalam upacara yang penuh khikmad sperti yang dikemukakan dalam Keluaran 24::3-8. Sedangkan tabut perjanjian merupakan sebuah tempat loh batu yang ditulisi loh batu. Tabut tersebut ditempatkan dalam Kemah Suci yang m