Langsung ke konten utama

Pluralisme dalam Konteks Sumba Timur


PLURALISME DALAM KONTEKS SUMBA

A.    Pendahuluan
1.      Realitas Pluralitas
Perlu disadari bahwa bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk atau pluralitas, yang masyarakatnya  terdiri dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Pluralitas, dalam kenyataannya tidak hanya bermuatan dalam hal perbedaan kepercayaan atau agama, tetapi juga bermuatan perbedaan suku atau etnis, ras, antar golongan, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, perbedaan menerima hak, dan melakukan kewajiban. Kemajemukan atau pluralitas di Indonesia adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Kemajemukan seperti ini merupakan kekayaan, aset yang amat berharga, serta sebagai rahmat Allah yang harus dikelola dalam tanggungjawab dan ketaatan kepada Allah dalam mewujudkan keutuhan dan persatuan.
Pluralitas atau kondisi yang aneka ragam alias majemuk sesungguhnya tidak hanya ketika hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jauh sebelum itu sebenarnya siapapun individunya pernah atau sedang, dan akan berhadapan atau berada ditengah suasana pluralitas. Misalnya, seorang pemuda menjalin kasih cinta kepada seorang pemudi, kedua individu tersebut berhadapan atau berada dalam pluralitas.
Pluralitas yang dapat diindikasikan dari dari hubungan tersebut diatas bahwa sebenarnya bermuatan perbedaan yang sangat kompleks lebih dari sekedar perbedaan SARA, paling tidak berupa perbedaan latar belakang budaya atau daerah, latar belakang pendidikan, cara pandang, serta pola pikir dan tindakan dari masing-masing individu.
Demikian juga dalam kehidupan berskala menengah, pluralitas sendiri tidak hanya perbedaan agama, melainkan juga dalam lingkungan sesama agama, yakni secara khususnya dalam bergereja atau berjemaat, sebenarnya kita seringkali berhadapan dengan masalah pluralitas. Misalnya, latar belakang daerah asal warga gereja, latar belakang gereja asal, bahkan hal-hal yang menjurus pada pemahaman.
Dengan demikian, pluralitas itu sendiri terdiri atas dua macam, yaitu pluralitas alami dan sistematis. Pluralitas alami adalah pluraliras yang sudah ada sejak penciptaan manusia yang secara konkrit terjelma dalam ajaran, norma, kaidah agama, serta bentuk fisik makhluk hidup, ciri-ciri, dan jenis kelamin manusia dan makhluk lainnya. Sedangkan pluralitas sistemstis merupakan hasil karya manusia yang dipersiapkan untuk tujuan tertentu yang wujudnya ditandai dengan adanya kelompok pribumi dan non-pribumi, mayoritas dan minoritas, kaya dan miskin, golongan atas dan golongan bawah, dan sebagainya, yang benar-benar dirasakan dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama.


2.      Pluralisme
Pluralisme merupakan paham yang menekankan pada upaya untuk menyikapi kenyataan pluralitas. Pluralisme adalah sikap menerima, menghargai,  dan memandang agama lain sebagai agama yang beik serta meiliki keselamatan. Akan tetapi pada sisi lain mengandung makna tertentu yang melatarbelakanginya. Pluralisme sangat menekankaan pada perbedaan yang terkadang menghilangkan inklusivitas dan pada sisi yang lain menekankan pada kesamaan dan menghilangkan perbedaan. Sebab, pluralisme adalah suatu paham dan paham itu mempunyai latar belakang tertentu, mempunyai ideologi tertentu yang bisa melemahkan pihak lain. Pluralisme seolah-olah didasarkan pada pandangan bahwa semua SARA itu sama dan menghilangkan perbedaan yang mendasar dan prinsipil, dan pada pihak lain berpandangan bahwa SARA  itu berbeda satu dengan yang lain dan menghilangkan sikap inklisivisme. Kenyataan pluralisme yang ada dan tidak dapat dipungkiri dari dahulu sampai sekarang bahkan sampai nanti tidak akan dapat berakhir. Dalam kondisi kenyataan pluralitas yang demikian ini pada satu pihak merupakan aset yang berharga yang dapat menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan, dan pada sisi lain menimbulkan konflik jika tidak disikapi secara bijak dan baik dalam kerangka menumbuhkan persatuan dan kesatuan demi kehidupan yang lebih baik, aman, dan sejahtera.
Dalam dinamika kehidupan sekarang ini, persoalan yang terus terjadi langsung pada persoalan pluralitas dalam kehidupan skala besar yang terus menerus  dilakukan upaya-upaya tentang bagaimana seharusnya menyikapi pluralitas, karena tentu hal ini memiliki keterkaitan dengan hal-hal yang melatar belakanginya. Pertama, paling tidak memiliki hubungan dengan dengan berbagai prediksi terhadap konsekuensi yang negatif terhadap keutuhan bersama sebagai masyarakat, bangsa, dan negara. Kedua, setidaknya pluralitas ditengah kehidupan ini semakin dikhawatirkan menjrurs kepada upaya memecah belah kerukunan hidup bersama.

B.     Pluralisme Dalam Konteks Sumba.
Berdasarkan kenyataan pluralitas atau kemajemukan di Indonesia secara umum dan menyeluruh sebagaimana telah dipaparkan diatas, maka  disini akan dibahas tentang realitas pluralitas dan pluralisme dalam konteks Sumba, khususnya Sumba Timur sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat Sumba Timur merupakan masyarakat yang pluralitas atau majemuk. Kemajemukan atau realitas pluralitas atau realitas perbedaan tersebut meliputi:
1.      Kemajemukan agama.
Sumba Timur terdiri dari lima agama, yaitu agama Kristen dan berbagai denominasi lainnya, Katolik, Islam, Hindu, dan Budha. Kemajemukan agama ini tentu memiliki perbedaan internal dan eksternal. Perbedaan internal meliputi perbedaan pemahaman ajaran dan perbedaan aliran atau denominasi dalam agama itu sendiri. Misalnya denominsi gereja, yaitu GKS, GBI, Pentakosta, Kemah Injil, Reformasi, dan lain sebagainya. Sedangkan perbedaan eksternal adalah perbedaan ajaran dan doktrin antar agama-agama.
2.      Kemajemukan suku atau etnis
Beragam etnis yang mendiami Sumba khususnya Sumba Timur adalah suku Sumba, suku Sabu, suku Jawa, suku Alor, suku Rote, suku Ambon, suku Flores, suku Ende, dan Bima. Beraneka ragam suku atau etnis yang yang ada di Sumba Timur ini tentunya masing-masing mempunyai perbedaan latar belakang budaya dan perbedaan pola pikir dan pola hidup yang berbeda-beda pula.
3.      Kemajemukan antar golongan
Masyarakat sumba terdiri dari golongan dan status sosial ekonomi yang berbeda, yang meliputi:
a.       Status sosial, yang terdiri dari golongan Raja/Ningrat, Orang merdeka/kabihu/Pribumi, dan golongan bawah/hamba/rakyat jelata/wong cilik.
b.      Status ekonomi, yang terdiri dari golongan ekonomi menengah keatas dan menengah kebawah.
c.       Tingkat pendidikan dan jabatan baik struktural maupun fungsional yang berbeda-beda.
Kemajemukan tersebut diatas tentu memiliki latar belakang perbedaan dalam hal perbedaan pola pikir, perbedaan pendapatan dan kesenjangan ekonomi dan sosial, serta perbedaan dalam memperoleh hak daan melakukan kewajiban.
Realitas pluralitas tersbut diatas terjadi pada seluruh lapisan masyarakat Sumba Timur dan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Realitas ini jika disikapi secara jujur merupakan suatu hal yang dapat memperkaya dan mempersatukan, tetapi di satu sisi menjadi suatu tantangan yang dapat menghambat upaya untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan walaupun tidak secara nyata dan terang-terangan menimbulkan konflik yang besar seperti yang marak terjadi di Jakarta, Jawa, Ambon, dan Poso. Tetapi meskipun demikian tidak serta merta bahwa keadaan di Sumba Timur ini dibiaskan saja dari konflik yang seolah-olah tidak terjadi konflik, meskipun hanya dalam skala kecil. Karena jika dibiaskan begitu saja maka tidak akan menutup kemungkinan akan merambah ke skala yang besar seperti kasus yang terjadi di pulau besar di luar Pulau Sumba.
1.      Hambatan atau tantangan Pluralisme di Sumba
a.       Dalam bidang agama.
Hambatan atau tantangan yang nampak dan terjadi dalam bidaang agama yang menghancurkan upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan di Sumba Timur adalah:
1.      Suku atau etnis
Hal yang nampak muncul dipermukaan adalah munculnya stereotipe yang negatif satu etnis terhadap etnis yang lain yang menyebabkan munculnya kebencian dan fanatisme yang akadangkala nisa merambah kepada persoalan ekonomi dan menuju pada konflik agama.
2.      Agama
Adanya persoalan perbedaan ajaran dan dokrin internal agama, khususnya dalam agama Kristen dan antar denominasi gereja. Dalam hal ini adalah ajaran tentang klaim kebenaran babtisan yang sering diperdebatkan. Pendeta sering menganggap gereja sendiri paling benar, fanatik terhadap denominasinya. Hal ini akan membuat akan membuat gereja menjadi terpecah belah dari kesatuan sebagai tubuh Kristus yang wajib saling mengasihi dan membuat iman jemaat terombang-ambing dan mudah diprovokasi oleh pihak tertentu. Selain itu juga adanya tindakan mencuri kambing domba seniri yang dilakukan secara halus melalui propaganda kebenaran ajaran, serta gereja lebih mengutamakan kemajuan secara kuantitas ketimbang kualitas. Sedangkan dalam ruang lingkup antar agama, masih adanya sikap saling curiga yang mengarah kepada fanatisme dan tindakan penghancuran secara halus dan sistematis oleh umat Islam secara khusus pada kasus tertentu di Kec. Lewa.
3.      Status ekonomi dan status sosial
Timbulnya kesenjangan ekonomi dan sosial diman orang yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin, serta penguasaan ekonomi pasar oleh orang pendatang dalam hal ini orang Bima dan Jawa yang cenderung menguntungkan sesama etnisnya dan menjadikan jalur ekonomi sebagai upaya untuk menyebarkan agama, yang disatu pihak menimbulkan kecurigaan dan iri hati dari etnis lain.

2.      Upaya atau Solusi yang ditawarkan:
Berdasarkan permasalahan diatas, maka solusi yang ditawakan adalah sebagai berikut:
a.       Mengembangkan sikap keterbukaan/ eksklusivisme dan toleransi antar sesama umat dalam berbagai bidang kehidupan, baik agama, suku, golongan, ekonomi, sosial, dan budaya.
b.      Saling mengasihi sesama manusia sebagai Imago Dei.
c.       Mencari persamaan dan berkarya bersama dalam kerangka transformasi nilai-nilai keagamaan universal.
d.      Meningkatkan pemahaman akan agama-agama temasuk etnis atau kebudayaan lain dalam konteks pluralitas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang salah terhadap kebenaran masing-masing agama, etnis dan budaya.
e.       Dalam konteks Kristen, Pendeta dan Guru PAK sebagai tokoh kunci dalam pembangunan kehidupan jemaat dan sekolah senantiasa memberikan pengajaran kepada warga gereja dan sekolah dalam peningkatan pemahaman iman dan ajaran Kristen yang benar dan mendalam,
f.       Pentingnya pendekatan Multikultural PAK Inklusif oleh guru PAK di sekolah pembelajaran PAK di sekolah. Guru PAK mempunyai andil yang besar dalam menghadapi realitas pluralitas.
g.      Mengembangkan sikap menjaga kerukunan inter umat beragama, antar umat beragama, antara agama dan pemerintah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Gereja Kristen Sumba dan Budaya

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sebagai warga gereja yang hidup di bumi Indonesia, khususnya Gereja Kristen Sumba yang hidup dan bertumbuh di Pulau Sumba, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa kita hidup dalam masyarakat yang masih sangat kuat memelihara dan dipengaruhi oleh kebudayaan Sumba yang diwarisi dari generasi terdahulu. Sadar atau tidak sadar, ada banyak norma kebudayaan yang iktu mengatur dan membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat Sumba hingga sekarang ini. Hal ini tetap terjadi pada saat orang Sumba menerima dan menyatakan kesetiaan menjadi pengikut Kristus. Pengaruh kebudayaan   Sumba tempat dimana kita lahir dan bertumbuh tentu tidak bisa diabaikan, tetapi sebaliknya tetap mewarnai kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam sejarah perkembangan kekristenan di Sumba, dalam hal ini sejarah Gereja Kristen Sumba. Menyadari kenyataan tersebut diatas, maka Gereja Kristen Sumba yang lahir dan bertumbuh serta berkembang di Pulau Sum

PERISTIWA KELUARNYA BANGSA ISRAEL DARI TANAH MESIR (Makna Sosiologis-Teologis)

     Peristiwa Keluarnya Bangsa Israel dari Mesir. Keluarnya bangsa Israel dari Mesir adalah hal yang pokok dalam iman Perjanjian Lama. Peristiwa ini merupakan inti dalam iman orang Yahudi. Orang Yahudi selalu mengingat masa ketika Allah bertindak membebaskan leluhur mereka dari perbudakan di Mesir. Hal ini dapat dilihat pada keterangan yang sangat karakteristik bagi Allah dalam Perjanjian Lama berbunyi sebagai berikut: “Akulah Tuhan Allahmu, yang mengeluarkan engkau dari tanah Mesir”. Allah seperti itulah yang diberitakan oleh para nabi. Nabi Amos mengatakan “Akulah yang menuntun kamu keluar dari tanah Mesir. Nabi Hosea memberitakan, “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir kupanggil anak-Ku.” Kalau ada anak bangsa Israel/Yahudi bertanya kepada ayahnya tentang makna perintah yang mengikat bangsa Mesir itu, sang ayahnya harus menjawabnya sebagai berikut: “Kita dahulu adalah budak Firaun di Mesir, tetapi Tuhan membawa kita keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat.

KONSEP DASA TITAH DAN TABUT PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Dasa Titah dan Tabut merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kehidupan Bangsa Israel. Dasa Titah merupakan daftar perintah agama dan moral yang ditulis dan diberikan kepada Israel melalui perantaraan Musa yang memiliki keistimewaan yang terkenal bagi Israel, dalam agama Yahudi dan Kristen sekarang ini, yang menjadi sebuah pedoman yang mengatur tingkah laku dan tabut merupakan tempat dimana Allah hadir dan menyertai bangsa Israel. Pemberian dasa titah dalam Keluaran 20:1-17 merupaakan tanda perjanjian yang ditawarkan kepada Israel dalam Keluaran 19:5 dan ketaatan akan perjanjian itu akan membuat Israel menjadi umat Allah. Jadi, Keluaran 17:1-17 mengemukakan tuntutan-tuntutan perjanjian dan perjanjian tersebut disahkan dalam upacara yang penuh khikmad sperti yang dikemukakan dalam Keluaran 24::3-8. Sedangkan tabut perjanjian merupakan sebuah tempat loh batu yang ditulisi loh batu. Tabut tersebut ditempatkan dalam Kemah Suci yang m